Senin, 28 April 2008

opini para ahli nuklir mengenai proyek PLTN

para ahli sangat antusias membahas proyek PLTN. Baik atau Buruk kah ?
disini beberapa pemaparan para ahli tentang pemikiran mereka apa dan bagaimana PLTN itu ?
Tulisan ini merupakan kumpulan ide opini para millis, dari beberapa opini ini tidak seluruhnya termuat secara menyeluruh dan ada juga yang tumpang tindih.
ide ini hanya sekedar untuk mengingatkan kita betapa pemikiran dari rekan - rekan millis perlu kita dokumentasikan, bagi yang memerlukan ide dapat sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk proyek PLTN.
berikut kutipan opini-opini yang termuat pada bulan maret sampai april 2008.


Rekan-Rekan yth.,

Ada pertanyaan yang dari dulu mengganjal di benak saya; bgmana opini
para ahli nuklir mengenai proyek
PLTN, mengingat yang ramai dibahas oleh media massa (KOMPAS dsb)
adalah pendapat Pak L. Wilardjo (yang menolak PLTN):

http://wiryanto. wordpress. com/2008/ 03/14/pltn- sbg-batu- loncatan- ke-senjata- atom/
http://www.kompas. com/kompascetak/ read.php? cnt=.xml. 2008.03.14. 0036588&channel= 2\
&mn=158&idx= 158

Saya hanya berpikir, kapan bangsa ini maju, jika justru para
cendikiawannya yang menghalangi kemajuan; apa lagi yang menolak PLTN
adalah fisikawan (!)

Miris memang, sementara bangsa lain seperti Jepang sudah melakukan
riset yang sangat maju mengenai nuklir, bangsa kita mengenai
pentingnya nuklir saja masih berdebat.

(Setahu saya bahkan Toshiba memiliki Departemen sendiri yang mengurusi
mengenai bisnis nuklir)

Lantas, bagaimana mungkin kita akan melakukan riset-riset lain yang
lebih advance, seperti nanoteknologi dsb (?)

(Kapankah kita dapat memiliki riset yang dimiliki Toshiba
(http://www.toshiba. co.jp/tech/ review/index. htm))

Salam,

Agung

http://www.agungtri setyarso. com
__._,_.___
_,___
Sbnrny org brdebat/tidak, g trlalu brpengaruh pd riset nuklir.Yg brpengaruh adalah,apakah org BEKERJA.Biar didebat berbusa-busa klo ada yg krj,pasti ada hasilny.Ada halangan,ya kerja utk cari solusi.Trus, utk nuklir,yg dibutuhkan jg adalah duit.

_,_._,___
Gus Dur, Karlina Leksono, Liek Wilardjo dkk yang menolak PLTN, harus
diberi ongkos untuk kunjungan resmi ke Toshiba dan Tokodai. Jangan
lupa, sebelum berangkat, kudu diberi kuliah dulu oleh Pak Zaki Suud.

Btw, riset saya ndak mengenai nuklir, tapi mengenai komputer kuantum
di keio.

Saya hanya prihatin mengenai penolakan PLTN yang sangat bersifat
sangat politis; sampai perlu mencatut nama Al-Qaeda yang merupakan
bentukan Bush dkk itu.

Kalau mau kunjungan ke Lab Itoh juga silakan ... untuk memahami
kolaborasi industri dan riset di universitas ... tapi kalo yang ini
bukan bidang nuklir, melainkan semikonduktor dan komputer kuantum.

Salam,
Agung

.
___
Sebenarnya yang menjegal PLTN dengan alasan lingkungan hidup atau Keselematan/ keamanan adalah organisasi LSM yang kebanyakan didanai oleh Negara Barat yang takut bila Dunia ke 3 memiliki PLTN, dengan memiliki PLTN Negara RI akan mempunyai Posisi Tawar yang lebih kuat dalam segala hal di Dunia Internasional, dengan memiliki PLTN akan memperkuat Ketahanan Nasional akan Bahaya dari Luar, kaena selangkah lagi memiliki hulu ledak nuklir. Contohnya Negara Barat sangat takut jika Teknologi Nuklir dikuasai Iran, dengan memiliki PLTN Musuh Iran tidak akan berani menyerang karena dengan menyerang Iran akan ada Radiasi Nuklir ke Negara Tetangga sehingga Negara Tetangga Iran dan Dunia Internasional akan mengecam Negara yang Menyerang. Tetapi khusus untuk Indonesia IAEA malahan menawarkan Indonesia membangun PLTN, maksudnya Indonesia akan dapat didikte karena Konsultan Pelaksana PLTN adalah Negara Barat bukan dari Cina atau Rusia.
Timmy Siahaan wrote:
for everyone.
.
_,_._,___
Hahaha, lucu (dan lugu) juga mas Agung ini.

Saya juga pengen mengusulkan supaya para pendukung PLTN diberi ongkos kunjungan ke Jerman, Austria dan Swedia yang sudah pada menghentikan program PLTN mereka. Jangan lupa, sebelum berangkat, kudu diberi kuliah dulu bahwa cadangan Uranium dunia hanya cukup untuk 30 tahun ke depan, jika tingkat pemakaian seperti kini. Jika demam PLTN berkembang, sehingga penggunaan Uranium meningkat, maka Uranium akan habis lebih cepat, katakanlah 20 tahun lagi. Setelah itu APA?

Yang tersisa setelah itu hanya limbahnya, yang mesti dijaga selama minimal 1000 tahun. Apakah para pendukung PLTN lupa memikirkan bahwa meninggalkan limbah yang sangat beracun bagi generasi ribuan tahun mendatang (padahal mereka tidak pernah menikmati PLTN nya, karena PLTN sudah jadi besi tua jauh sebelum mereka lahir) adalah tindakan yang tidak bisa diterima secara kemanusiaan. Ini pendapat saya.

Jika penolakan PLTN dianggap politis, bukankah pendukung PLTN jauh lebih politis? hehehehe. Yang imbang dong Paakkk..!!! Lagian, Al Qaeda dituduh bentukan US? Kayaknya perlu didukung evidence nih.

Di posting sebelumnya pak Agung yth mengatakan; kalau para fisikawan pada menolak PLTN, kapan Indonesia maju???? Pertanyaannya kok nggak relevan ya??? Apakah hubungan antara memiliki PLTN dengan kemajuan bangsa sudah diukur? Banyak orang mencontohkan, Korut dan Korsel lebih maju dari Indonesia karena PLTN??? Jepan juga karena PLTN?? Wah ini spekulasi lagi nih. Yang bikin mereka maju adalah ETOS KERJA.

Selain itu, defini KEMAJUAN apa sih? Apakah pembangunan yang mewariskan limbah pada generasi ribuan tahun mendatang (dengan keuntungan hanya 20 tahun) disebut kemajuan. Mari berpikir lebih jauh. Lets think about sustainability.

Masih di posting sebelumnya, pak Agung yth juga mengatakan, kalau PLTN aja ditolak, bagaimana mau riset nanoteknologi? Wahhh, ini juga nggak nyambung nih. Apakah untuk bisa riset nanoteknologi kita mesti punya PLTN?? wah wah wah.

Moga-moga temen-temen yang jauh-jauh sekolah ke negeri maju memberi contoh yang baik pada kita2 yang awam ini tentang bagaimana membangun argumen yang kuat dan sehat secara akademik.

Kesimpulannya: berhentilah jadi tukang jiplak. Jangan melakukan sesuatu karena orang lain juga melakukannya. Lakukan sesuatu karena mendukung kemanusiaan. Jepang, Amerika, Prancis, dll, ke laut aja deehhh kalau hanya bisa bikin racun.

------------ --------- --------- --------- --------- ------
KUNAIFI
________________________________________
for everyone.
.
,_._,___
Maaf comment dikit:sy kira masalah ampas nuklir sudah diteliti dari dulu shg mestinya dah ada kemajuan dlm menangani hal tsb.Maka dr itu,bnyk bidang yg trkait nuklir yg bs diteliti,teoretik ataupun eksperimental, yg trkait PLTN.

kunaifi kunaifi wrote:
> Terima kasih untuk link-link nya pak. Link pertama (Toshiba) kurang menarik dibaca karena yang namanya orang jualan tentu hanya cerita yang baik-baik tentang dagangannya. Link kedua (Toshiba) saya kira tentang nanoteknologi, bukan nuclear power. Link ketiga saya tidak paham maksudnya. Apakah ingin mengatakan bahwa di MIT ada pakar nuklir? Tentu di dunia ada banyak pakar nuklir. Atau ingin mengatakan bahwa staff akademik MIT yang satu ini (saking pintarnya) sehingga mendukung nuklir? Wah, ada banyak orang pintar di dunia yang mendukung nuklir, termasuk pak Agung kan hehhe.. Mendukung boleh-boleh saja, menolak juga boleh. Adil kan? Yang penting, mari berpikir untuk 'kemanusiaan' dalam arti sesungguhnya, terlepas dari dorongan ekonomi, teknologi, dll. Salam kenal dan selamat
.

__,_._,___
Kalo masih ada sumber energi yang beresiko kecil ngapain pusing dengan sumber energi yang beresiko besar ;- )

from the team.
.
._,___
Dari http://www10. antenna.nl/ wise/index. html?http: //www10.antenna. nl/wise/621- 22/4.php
How large are the planet's uranium reserves?
According to the most recent figures of the Nuclear Energy Agency (NEA) and the International Atomic Energy Agency (IAEA) on global uranium reserves, the total known recoverable reserves amount to 3,5 million tonnes: this refers to reasonably assured reserves and estimated additional reserves which can be extracted at a cost of less than $80/kg (NEA & IAEA, 2004). Given that the current use of uranium is in the order of 67,000 tonnes per year, this would give us enough uranium for about 50 years (WISE, 2003; NEA-IAEA, 2004; WNA, 2004c). Of course, the total reserves of uranium are much greater than this; NEA and IAEA estimate the total of all conventional reserves to be in the order of 14,4 million tonnes. But not only are these reserves very expensive to mine, and therefore not economically viable, the grades of usable uranium are too low for net electricity production. Many uranium mines are therefore out of use already. This is the case in Namibia, South Africa, Kazakhstan and with the Olympic Dam mine in Australia.
As pointed out by advocates of nuclear power, there are also vast amounts uranium in unconventional sources. For example uranium is found in ocean water, but at a concentration of 0.0000002% (Storm van Leeuwen & Smith, 2004). The costs of extracting this uranium for use in nuclear power generation would be huge. Furthermore, the extraction and enrichment of this uranium would require more energy than could be produced with it.
If we would decide to replace all electricity generated by burning fossil fuel with electricity from nuclear power today, there would be enough economically viable uranium to fuel the reactors for between 3 and 4 years (O'Rourke, 2004; Storm van Leeuwen & Smith, 2004). Even if we were to double world usage of nuclear energy, the life span of uranium reserves would be just 25 years. Therefore any potential benefits to the climate are extremely temporary.
Terima kasih untuk link-link nya pak.

Link pertama (Toshiba) kurang menarik dibaca karena yang namanya orang jualan tentu hanya cerita yang baik-baik tentang dagangannya.
Link kedua (Toshiba) saya kira tentang nanoteknologi, bukan nuclear power.
Link ketiga saya tidak paham maksudnya. Apakah ingin mengatakan bahwa di MIT ada pakar nuklir? Tentu di dunia ada banyak pakar nuklir. Atau ingin mengatakan bahwa staff akademik MIT yang satu ini (saking pintarnya) sehingga mendukung nuklir? Wah, ada banyak orang pintar di dunia yang mendukung nuklir, termasuk pak Agung kan hehhe..

Mendukung boleh-boleh saja, menolak juga boleh. Adil kan?
Yang penting, mari berpikir untuk 'kemanusiaan' dalam arti sesungguhnya, terlepas dari dorongan ekonomi, teknologi, dll.

Salam kenal dan selamat belajar.

.

_,___
Yang perlu kalian tahu, booming fisika di Amerika Serikat itu awalnya
dari riset tentang nuklir, via Manhattan Project. Bahkan awalnya
mereka membuat bom.

Di zaman sekarang ini riset tentang nuklir tak melulu berhubungan
dengan bom; perkembangannya sudah pesat sekali.

Saya mau tunjukan salah satu riset nuklir yang tak berhubungan dengan
bom, sebagaimana yang dilakukan oleh Prof. David Cory di MIT. Bersama
Prof. Itoh di Keio, beliau termasuk yang mengembangkan komputer
kuantum dengan menggunakan nuklir.

Jadi saya ingin tunjukan, bahwa riset mengenai nuklir itu menjadi
jalan bagi nanoteknologi.

Lha, sekarang ini ngomong nuklir aja udah dikait-kaitkan dengan
teroris, lantas gimana mau riset nuklir?!

Kalo di Eropa pada gak riset nuklir ... ya jangan heranlah. Udah
rahasia umum kok riset yang high-tech itu kini Jepang dan Amerika
Serikat jadi leadernya.

Salam,

Agung

from the team.
.
_._,___
Pak Kunaifi yang baik, tampaknya anda sangat konsisten untuk anti PLTN, salut. Mudah -mudahan tulus untuk membela 'kemanusiaan' . Keprihatinan kita pada krisis BBM, Krisis listrik, rupanya tidak kunjung membuat pak Kun goyah.
Ketika kekayaan Nuklir negara kita ikut terkuras untuk menyejahterakan bangsa lain,terutama bangsa eropa dan amerika, kita tetap berkeras anti PLTN, padahahal teknologi sudah kita kuasai, Sudah sejak jaman Pak Karno presiden kita yang pertama, sudah melihat peluang kesejahteraan melalui Nuklir. Teknologi Nuklir kita sudah berumur cukup panjang!! Mengapa masih diragukan?!, Kita juga sudah lama punya PLTN mini seperti di Yogya. Tetapi hanya gara - gara chernobil yang lengah, kita tidak mengikuti jejak Ratusan PLTN Lain di dunia yang dapat mensejahterakan manusia dengan listrik yang murah!.
Saya mengerti kekawatiran akan bahaya PLTN, kalau melihat korban chernobil!, Korban Bom Atom Hirosima, Nagasaki. dan dampak limbah (Jika salah penanganan)
Dengan pengalaman Indonesia hampir 40 tahun belum cukup percayakah kita?
Padahal umur teknologi nuklir di dunia paling lama 70 tahun yang lalu. Apakah menunggu seorang Indonesia peraih Nobel untuk mengatakan Nuklir itu aman?
Saya prihatin jika anti PLTN di motori Fisikawan Indonesia yang kecewa karena tidak dilibatkan dalam proyek PLTN, proyek yang cukup prestisius membawa kesejahteraan dengan teknologi yang agak modern.Akhirnya persoalannya bergeser bukan lagi penguasaan teknologi, tetapi lebih pada harga diri Fisikawan itu bukan ?
Yah, Uranium pada akhirnya habis juga! tetapi mengapa uranium yang kita miliki harus dihabiskan oleh bangsa lain, ironis bukan ? kita hanya melongo ketika harta kita digunakan bangsa lain. Bahkan jika kita pakai sendiri kemungkinan kesejahteraan yang timbul beratus kali lipat daripada menjual uranium mentahan! Teknologi melahirkan Nilai Tambah! Itu sebuah konsekuensi logis bukan?
Khusus untuk Pak Kunaifi karena "energi kemanusiaan" nya sangat besar, saya titip keprihatinan saya terhadap 'tidak manusiawinya lalulintas' karena terbukti bahwa ternyata pembunuh nomer satu di dunia kita adalah lalulintas, mungkin dalam forum - forum kemanusiaan Pak Kun dapat juga disharingkan hal ini.
Siapa tahu lalulintaspun yang dapat mensejahterakan manusia, tidak diberantas hanya gara - gara korbannya hampir tiap detik.
Sekian dari saya, maafkan saya yang kurang sopan ini, saya tetap menghargai pendapat bapak dan kepakaran bapak. Salam Indonesia! Merdeka, Pak!


.
_._,___
Mulanya saya pendukung PLTN. Karena menurut pendapat saya segala
kesulitan teknis baik pencegahan radiasi bocor maupun pengolahan
limbah semua sudah ada solusi teknologisnya

tapi sekarang saya berpikiran lain

PLTN hanya akan menguntungkan jika dan hanya jika bahan bakar
nuklirnya dibuat sendiri di dalam negeri. Dalam jangka panjang bahan
bakar uranium yang di impor dari negeri lain, akan membuat indonesia
tergantung pada pasokan dari luar. padahal energi adalah sektor vital
yang tidak boleh dibiarkan di dikte oleh orang lain.

sedangkan jika ingin memproduksi bahan bakar nuklir sendiri, maka
perlu membangun fasilitas pengayaan uranium di dalam negeri. seperti
yang dilakukan Iran

--- In fisika_indonesia@ yahoogroups. com, "Agung"


Masalah ampas nuklir saya optimis sudah bisa diatasi. juga masalah
teknis lainnya seperti pencegahan kebocoran, kendali reaktor dll.
itulah kenapa saya dulu termasuk pendukung PLTN.

Tapi, yang jadi masalah sebenarnya bukan isu teknis melainkan politis.

kenapa politis? karena jika bahan bakar nuklir yang dipakai hanya di
pasok dari luar negeri, sedangkan penguasa teknologi nuklir hanya itu2
saja, maka bisa dibilang indonesia kehilangan kedaulatannya. Bayangkan
sektor sevital energi dikendalikan suplay nya oleh negara2 barat.
kalau skema pembangunan PLTN adalah membeli uranium dari luar negeri,
maka indonesia ibarat kerbau yang dicucuk hidungnya oleh uranium.

Bila ingin PLTN menguntungkan dan tetap independent, maka satu2nya
cara qt mesti bikin juga fasilitas pengayaan uraniumnya di dalam
negeri seperti yang sdg dikerjakan Iran. dan anda semua tahu itu ga
gampang (secara politis lho ya, technical mah gampang lah)

Melihat keadaan geopolitik sekarang dan banyaknya tukang kritik di DPR
, bikin uranium enriching facility di Indonesia cuma mimpi di siang
bolong.

Udahlah dari pada menghabiskan sumber daya untuk PLTN, mending tanam
uang di renewable energy. pasti lebih menguntungkan.

wassalam
Yorga
(mantan pendukung pembangunan PLTN di Indonesia)

_._,___

Ada tiga isu yang berbeda namun terkait disini.

1. Apakah teknologi energi nuklir itu sudah aman dan stabil ?

2. Perlukah Indonesia mengadaptasi teknologi nuklir untuk memenuhi
kebutuhan energinya ?

3. Jika jawaban pertanyaan nomor 2, maka kapan ?

Opini saya untuk tiga pertanyaan di atas:

1. Aman dan stabil.

2. Perlu.

3. Bukan sekarang waktunya. Selama kondisi mental bangsa kita masih
seperti ini, selama Jakarta masih banjir bulan Desember-Januari,
selama korupsi masih banyak, selama manajemen dan administrasi
pemerintahan kita masih amburadul, selama itu pula teknologi nuklir
akan berisiko tinggi untuk diadaptasi di Indonesia.

Jadi masalahnya ada pada kesiapan bangsa kita sendiri, dan bukan pada
teknologi nuklirnya.

Sekarang kalau ada yang tanya, kapan dan bagaimana menyiapkannya ?
Itu pertanyaan kompleks yang saya tidak tahu jawabannya yang benar,
tapi yang saya tahu jawabannya BUKAN dengan mencurahkan uang untuk
membangun lab-lab penelitian teknologi nuklir atau mengirim mahasiswa
keluar negeri.
__._,_.___
_,_._,___
Mas Haryo, terus ada ide nggak tentang apa yang harus kita lakukan sembari penyembuhan moralitas bangsa ini terjadi? Atau kita hanya diam-diam saja? Ini sekedar tanya, sepertinya dengan merumuskan apa yang bisa dilakukan (dan kemudian melaksanakannya) akan lebih bermanfaat.

sudahkah anda berdiskusi dengan mereka (terutama Fisikawan yang anda maksud) ?
Kalau belum, "kapan bangsa ini maju?".
Kalau sudah, kok gak di sertakan dalam tulisan anda?

itu saja dulu...


Rekan-Rekan yth.,


PLTN, mengingat yang ramai dibahas oleh media massa (KOMPAS dsb)
adalah pendapat Pak L. Wilardjo (yang menolak PLTN):


Saya hanya berpikir, kapan bangsa ini maju, jika justru para
cendikiawannya yang menghalangi kemajuan; apa lagi yang menolak PLTN
adalah fisikawan (!)

Miris memang, sementara bangsa lain seperti Jepang sudah melakukan
riset yang sangat maju mengenai nuklir, bangsa kita mengenai
pentingnya nuklir saja masih berdebat.

,___
Pak Sutamaya yang bak juga .

Saya hanya membayangkan keadaan 50 tahun mendatang. Ketika itu di setiap wilayah di bumi ini terdapat lokasi-lokasi pembuangan limbah nuklir. Jumlahnya sangat banyak, karena kita yang hidup di generasi saat ini mengembangkan PLTN secara besar-besaran. Merka yang hidup saat itu mesti bersusah-payah mengeluarkan biaya, energi dan perhatian ekstra terhadap lokasi pembuangan tersebut, sebab limbah nuklir akan jadi bencana jika tidak ditangani hati-hati.

Berapa lama mereka menjaga lokasi itu? Seumur hidup mereka. Bahkan mereka pun mesti mewariskan 'beban' itu pada generasi berikutnya. Padahal mereka dan generasi berikutnya (hingga ribuan tahun) TIDAK PERNAH menikmati PLTN kita. Mereka hanya dapat AMPAS dari kita.
Sebagian dari kita suka ceroboh. Mungkin ada yang salah memilih lokasi pembuangan (mungkin karena panik tidak dapat lokasi yang bagus, atau karena memang salah dalam membuat perhitungan teknik). Kesalahan itu akan dibayar oleh generasi malang itu. Generasi malang itu tidak hanya perlu menjaga lokasi supaya aman, tapi juga menjadi korban atas keteledoran kita d masa kini.

Jujur saja, saya tidak sanggup meninggalkan beban seberat itu pada mereka. Sebab ingat, 'generasi terdahulu tidak meninggalkan masalah untuk kita yang hidup di generasi kini.' Inilah Pak Sutamaya yang saya maksudkan dengan 'kemanusiaan. '

Lagipula, saya kurang sepakat bahwa bangsa sebesar Indonesia ini perlu 'menjiplak' bangsa-bangsa lain. Kalau Jepang maju, US maju, Korea maju, itu bukan karena faktor PLTN semata. Mereka punya etos kerja yang bagus, mereka tidak korupsi besar-besaran. Dan yang paling penting juga, negara-negara maju itu kini jadi beban bagi dunia atas kesalahan yang mereka buat di masa lalu. Memang mereka kini maju, tapi mereka membuat Bumi ini menjadi sakit. Padahal Bumi ini satu-satunya rumah kita. Kalau Bumi dipenuhi gas karbon, kalau di mana-mana ada bahaya radiasi limbah nuklir, mau pindah ke mana?

Saya yakin bahwa bahaya-bahaya itu tidak akan terjadi ketika generasi kita ini masih hidup, tapi mungkin anak kita sudah menuai 'badai' itu, atau cucu kita. Padahak mereka tak berbuat salah apa-apa.

Mengapa kita tidak memikirkan jenis energi yang lain? Mengapa kita tidak mematikan lampu/TV/radio dll saat tidak kita gunakan? Kalau lah Uranium itu renewable, boleh lah. Tapi Uranium itu bahan tambang, jadi ada masanya akan habis cadangannya.

Jadi, walaupun pak Karno dulu berpikir tentang PLTN, bukan berarti kita mesti tunduk, karena dia bukan presiden lagi hihihi. Juga, di masa dia berkuasa, belum banyak riset tentang bahaya limbah nuklir.

Saya percaya bahwa secara teknologi reaktor nuklir itu aman. Sekali lagi saya percaya. Yang membuat saya menolak nuklir adalah LIMBAH-nya. Coba baca buku Tester, W. Jefferson, Elisabeth, M. Drake, Driscoll, Golan, Peters (mereka semua adalah profesor di MIT). Judul bukunya Coosing Among Option, diterbitkan tahun 2005. Di halaman 394 mereka menulis bahwa: Hingga kini, TIDAK SATU PUN negara di dunia ini yang mengantongi izin bahwa mereka mampu menguburkan limbah nuklir high level sesuai standar keamanan. Perlu diingat bahwa sebagian besar limbah PLTN adalah high level wastes.

Jadi Pak Sutamaya, orang menentang nuklir bukan karena mereka tak tahu apa-apa tentang nuklir. Sebaliknya, orang mendukung nuklir belum tentu karena mereka tahu banget tentang nuklir. Cuma saya penentang nuklir yang bodoh. Yang lain, sepanjang yang saya tahu adalah orang pinter semua.

Tapi ini bukan persoalan pinter atau bodoh, tapi persoalan 'kemanusiaan' (mohon jangan alergi mendengar kata ini hihii). Sebagian besar orang pinter nuklir justru jadi pendukung nuklir (kalau tidak, ya jadi pengangguran dong heheh). Tapi tidak semua orang pinter memikirkan generasi nenati seperti yang saya ceritakan di atas.

Analogi pak Sutamaya tentang lalu-lintas cukup menarik, tapi kok kurang cocok disandingkan dengan nuklir. Bahaya lalu lintas adalah sesuatu yang BISA DIHINDARI. Kalau kita punya lalu lintas yang baik seperti di negara maju, bahaya itu bisa diminimalisir. Cara lain menguranginya adalah dengan hati-hati dan disiplin di jalan. Kenapa tidak cocok untuk kasus nuklir? Karena siapa yang bisa bilang ke limbah nuklir, "hei, kamu mengeluarkan radiasi cukup 3 bulan aja ya! gak usah seribu tahun, oke?"

Kalau diskusi menarik ini berlanjut, saya akan tulis tentang bagaimana sulitnya mendapatkan lokasi penyimpanan yang aman. Kesulitan ini akan jadi pemicu perang dunia yang baru.

Jadi kesimpulannya Pak, yang bisa dilakukan manusia hanya mengurangi bahaya di reaktor. Dan saya percaya itu, karena dulu saya pernah juga belajar fisika.



Silahkan memberi tanggapan.

Teknologi, mau tidak mau adalah dari manusia, oleh manusia dan untuk manusia.
Permasalahan lain yang perlu dan bahkan harus diperhatikan adalah:
sudah siapkah kita menerima nuklir?

Siap disini dalam artian, apakah masyarakat Indonesia sudah sedemikian terdidiknya dan sadar bahwa nuklir itu aman?
Fisikawan boleh saja berkata bahwa itu aman, tapi kalo elemen lainnya masih terbelenggu trauma dan ketidaktahuan, apa mau dipaksa?
jika dipaksakan, maka saya tentu saja akan berbalik menjadi orang yang paling menolak penggunaan Nuklir.

kalau kita menyebrang ke bidang IT, maka dalam penerepan suatu sistem/aplikasi baru, perlu ada pembinaan bagi seluruh stakeholder (pihak yg terlibat). jika hal ini tidak ada, maka jangan heran jika sistem/aplikasi tersebut ditinggalkan, meskipun kita tahu itu canggih dan bermanfaat. Ujungnya kesia-siaan.
Untungnya, IT masih sebatas kerugian finansial. Tetapi nuklir?

Kalau ada fisikawan mengatakan bahwa bangsa ini tidak akan maju2 hanya karena tidak segera menggunakan Nuklir, maka saya berani mengatakan fisikawan tersebut tidak pernah keluar dari Lab-nya. Cobalah keluar dan rasakan. Atau kalau anak remaja bilang, "Gaul donk Mas/Mbak."

Lihat bagaimana penggunaan contoh lalu lintas oleh Ajos, bukankah ini malah menggambarkan kepada kita bahwa bangsa ini masih sembrono dan tidak taat aturan. Bukankah PLTN menuntut pelaksanaan aturan dan pengawasan yang ketat, baik dari staff PLTN dan masyarakat sekitar?

saya rasa pembahasan ini sudah ada sebelumnya, di milis ini juga.
dan dengan pola yang masih sama,
dan pendapat saya masih sama. (dan mungkin juga sependapat dengan Suharyo).
hingga saya sempat bekelakar dengan teman,
"Coba loe tanya sama nenek loe tentang nuklir, kalo dia tau dan gak takut, kita siap!"


,_._,___
Makanya, orang kayak anda harus lihat bagaimana Jepang mengelola Nuklir.

Saya ndak yakin 100 tahun mendatang Indonesia akan semaju Jepang
secara teknologi, jika orang seperti anda, Liek Wilardjo dkk tetap
bercokol dan didengar suaranya.

Saran saya cuman satu: sebagai first step, daripada dana-dana LSM itu
habis tak jelas kemana, jalan-jalanlah ke R&D Toshiba di Kawasaki.

Sekalian ingin tahu blueprint Toshiba tentang Nanotechnology, toh?

Salam,


__,_._,_Makasih pak Agung. Anda memang pintar.

__,_._,_Di amerika ( sepertinya nama anda dari amerika ya?) tidak banyak yang tahu PLTN , Pak. Dan tidak semua orang mengerti tentang Nuklir, tetapi toh mereka menghasilakan tehnologi yang pada akhirnya juga mempermudah orang banyak! Demikian juga yang terjadi di eropa, asia pemakai PLTN, tidak semua bangsanya mengerti soal nuklir, tapi toh mereka membangunnya! Kalau mereka berpola pikir seperti anda( coba loe tanya nenek loe tentang nuklir, kalo dia tau dan ndak takut, kita siap !!) pasti mereka tidak membangun PLTN juga seperti kita, karena nenek -nenek amerika, eropa, jepang, korea, pakistan, india, cina RRC, juga ndak tahu, kalaupun tahu, mereka juga takut, kok!!

Tapi seandainya kita berpikir, PLTN ada, listrik jadi ada dan murah, 1 kg uranium sebanding dengan ribuan galon solar untuk menggerakan PLTD, atau berton-ton batubara pada PLTU.
Kalau listrik murah, industri dapat mengurangi biaya produksi, efek berikutnya adalah harga barang produksinya dapat lebih murah, rakyat dapat terkurangi beban hidupnya.
Atau daya saing produk Indonesia lebih meningkat. sehingga devisa bangsa kita bertambah, hutang negara kita dapat dibayar, Naif, ya? he he he
Apalagi Bahan bakar Fosil 20 -30 tahun lagi lenyap dari muka bumi, kebutuhan Listrik tentulah meningkat tajam. PLTN ( walupun uraniumnya juga bakal habis) tapi kan memberi kesempatan kita untuk bernafas sejenak sambil menung PLT ...yang lain ditemukan.
ok, salam !!!



Betul pak Kunaifi...

Pikiran saya langsung terbuka.. saya bukan fisikawan, apalagi nuklirwan...
Saya betul2 orang awam yang menganggap nuklir itu sesuatu yang sangat tidak penting. Ah.. sebenarnya penting juga sih, tapi belum sekarang. Masih banyak yang lebih penting dan mendesak. Bukankah dalam teori mmm apa sih namanya itu yang ada kuadran2 Penting vs Mendesak, kita harus mendahulukan sesuatu yang penting dan mendesak?


Ternyata betul kata pak kunaifi, semakin pintar seseorang, semakin penting arti nuklir.


Saya kebetulan belum jatuh hati sama nuklir, pak. Tapi sama pepohonan saya udah cinta mati.
Beberapa waktu lalu di depan kantor saya tidak kurang 10 pohon besar di pinggir jalan dipangkas!!! .. Siapa yang nggak sakit hati? Katanya sih buat menghindari ranting2 tua yang berjatuhan. Duh... kenapa nggak ranting tuanya aja yang dibabat? Yang masih hijau segar dan lebat pun ikut dihabisi.. :'(


Seandainya nuklir bisa mempercepat tumbuhnya daun2 hijau, saya sih mau2 saja dukung nuklir... hidup nuklir!! eh.. hidup hijau!!!


Salam,

__,_._,___
_Saya rasa kita gak usah ikut2an pakai teknologi nuklir segala untuk bisa memenuhi kebutuhan energi... Toh nantinya yang menikmati hanya kalangan atas dan berduit saja... Kalau untuk alasan industri lebih baik pakai yang konvensional saja... Coba sekarang lihat orang-orang miskin di Indonesia... Emangnya mereka butuh energi banyak... Nggak khan...
Menurut saya, PLTN baru boleh ada kalau kita sudah punya planet lain untuk buang sampah sembarangan. ..
Masalah lain adalah mengenai KKN di Indonesia... Kalau kontraktor kalo korupsi trus bahan-bahan untuk membangun dikorup, paling2 gedung runtuh dan korban jiwa paling banyak 10.000 jiwa... Lah kalo bahan-bahan pelindung nuklir dikorup, korban jiwanya berapa... Saya mahasiswa fisika medis yang konsen di masalah proteksi kesehatan radiasi... Dosen2 bilang dengan mendukung PLTN kami bisa dapat pekerjaan besar... Wow... Its all about money... Tapi saya juga amati KKN tak pernah ada yang mampu menjamin...
Jadi intinya, kalau kita sudah sanggup mengolah residu nuklir dengan baik dan sudah ada yang berani menjamin dan membuktikan bahwa korupsi di Indonesia sudah diberantas habis, sah-sah saja kita bangun PLTN...

Bukan masalah pintar atau tidak... Tapi bijak atau tidak...
Jangan asal sradak-sruduk. .. Bijaklah demi generasi berikut... Sisakan bumi untuk anak-cucu...


__,_._,___
Wah ini tendensinya kok udah menyerang nih kalo indonesia enggak akan
semaju jepang kalo enggak mengikuti jepang mengelola nuklir. Saya
belum lihat nih korelasinya mas.

Saya sendiri bukan yg anti nuklir ato yg anti renewable energy. Tapi
kita beri ruang buat kedua kubu utk saling mengemukakan pendapatnya
secara ilmiah beserta argumen2 ilmiah yg jelas.
Bukan langsung menyerang kayak gini.
Mari kita belajar saling mendengar, berdiskusi dan berdebat dgn
argumen2 yg jelas tanpa harus saling menyerang. Kan enggak percuma
anda2 ini udah jauh2 belajar ke luar negeri.

._,___

Salam kenal pada bapak – bapak yang sedang berdebat mempertahankan pendapat masing – masing mengenai PLTN.
Saya sebagai mahasiswa, merasa salut kepada bapak – bapak semua, baik yang kontra maupun yang pro PLTN.
Karena klo tidak ada bapak – bapak yang pro PLTN, suatu rencana tidak akan berjalan.
Begitu juga, jika tidak ada bapak – bapak yang kontra PLTN, maka mungkin tidak ada usaha untuk meningkatkan kualitas PLTN itu sendiri.
Untuk pak Kunaifi terima kasih telah memikirkan nasib generasi berikutnya.
Dan untuk pak Agung terima kasih atas semua tindakan bapak bagi kemajuan bangsa ini.
SALUT untuk bapak – bapak semua,,,,
dan klo boleh saran,,, daripada berdebat hal ini,
alangkah baiknya kita sama – sama memikirkan langkah terbaik apa yang harus dilakukan untuk mengatasi krisis bangsa ini.
Karena semakin lama masalah ini diatasi semakin banyak rakyat Indonesia yang akan makin sengsara,,,, ,
BERJUANG untuk INDONESIA TERCINTA !!!!!!!!!!!! !!!!!!

,_._,___
Tidak perlu mengerti, cuma tau aja dulu.
ya, hanya sekedar tau.
bangsa ini lemah sekali dalam hal pendidikan, mungkin anda beruntung mengenyam pendidikan maha tinggi.
nah, tanpa ada sosialisasi yang kuat dan pendidikan yang cukup, tidak akan pernah bangsa ini maju, apalagi untuk hal-hal yang beresiko tinggi.

Contoh nenek tersebut bukan berarti semua nenek2 harus tau, bukan itu. Tetapi kalau anda perhatikan lagi kalimat saya, maka frase "nenek loe" berarti orang (nenek) terdekat yang sangat mungkin pendidikannya paling rendah dari seluruh keluarga anda. Nah, jika anda sebagai ingin segera Nuklir digunakan, tetapi kalau orang sekitar anda saja masih was-was, ya, lebih baik anda sosialisasikan dulu saja.

Dalam tulisan saya, membuktkan bahwa saya sebenarnya adalah pendukung penggunaan Nuklir. Tetapi masalah lain (sosial) ini yang memaksa saya, untuk memikirkan kembali. Apakah sudah saatnya? Apakah kita sudah siap? (lihat lagi pertanyaan ke nenek tsb). Dengan berbagai keserampangan yang terjadi, cukup handalkah kita dalam menanggulangi resiko tersebut?

itu saja dulu....

(...Kita...bukan kami...)

__,_._,___
Salam kenal saya adit.
saya mengikuti perbincangan topik ini dari awal. Sangat menarik. Oh
iya Pak Kunaifi saya tertarik dengan limbah nuklir dan 'tong
sampahnya', mbok ditulis di sini Pak... Atas kesediannya saya ucapkan
terimakasih.

Salam
_,_._,___
Hmm....Bung Agung
saya jadi curiga dengan anda,
jangan2 anda yang punya "motif-motif non-teknis" (mungkin takut kehilangan bagian),
sehingga ada begitu ngotot bahkan sampai pada pembunuhan karakter.
Lebih lanjut, anda malah mulai mencampuradukkan kesimpulan2 anda (dan hanya kesimpulan anda), untuk membentuk suatu opini.
Anda saya lihat melanjutkan studi di Jepang, tapi kok opini2 anda tidak mencerminkan apa yang saya bayangkan terhadap jepang yah?
Mungkin saya harus mulai meninjau kembali bayangan saya tentang fisikawan dan negeri sakura itu.
CMIIW

Sekian.
__,_._,___
Jauh-jauh sekolah ke Jepang bikin anda jadi makin 'pintar' dan 'bijak.' Ibarat pepatah, anda bener-bener menggunakan filsafat padi, 'makin berisi makin menunduk'. Indonesia 'butuh' orang seperti anda untuk menjadi pembuat keputusan strategis.

Jika anda periksa posting saya dengan bahasa Indonesia yang bener, anda tidak akan menemukan bahwa alasan yang saya kemukakan adalah 'PLTN identik dengan bom, atau 'PLTN identik dengan Al-Qaeda.'

Makanya ada baiknya anda berhenti berspekulasi. Baca argumen saya dengan baik, lalu anda sampaikan pula argumen anda. Itu namanya debat yang sehat. Maaf, untuk berdebat secara sehat, saya perlu mengajari anda.
_._,___
_,_Oh ya ada yang kurang..

Pak Agung, saya kutip beberapa tulisan anda di bawah ini:

"Orang seperti kunaifi hanya berada pada dua keadaan: 1. Benar-benar bodoh, karena tak tahu perkembangan teknologi nuklir" (saya tidak akan tanggapi ini, karena bodoh/tidaknya saya bukan anda yang menentukan. Fakta di milis ini, saya berargumen dan fakta. Silahkan periksa kembali posting2 anda jika anda melakukan hal yang sama. Anda mengatakan saya tidak tahu perkembangan nuklir, saya tidak akan membantah, karena kapasitas keilmuan saya bukan ditentukan oleh anda).

"Orang seperti kunaifi hanya berada pada dua keadaan: 2. Ada motif-motif non-teknis; karena tak kebagian" (saya tersinggung atas tuduhan anda. Anda terlalu berani berspekulasi, padahal anda hanya mengenal saya di milis ini. Melancarkan tuduhan seperti ini tidak bisa diterima dalam komunitas orang bermoral. Perlu saya katakan pada anda, bahwa satu-satunya keterlibatan saya dengan PLTN Muria adalah bahwa saya adalah warga negara Indonesia, dan saya tidak rela anak-cucu saya dan anak-cucu anda dan anak-cucu saudara sebangsa saya menanggung beban "kemajuan teknologi" yang anda anut).

"Inilah jawaban mengapa bangsa ini tetap aja jongkok, karena orang yang dianggap ilmu rela menjadi pelacur demi kepentingan diri dan kelompoknya" (kalau kalimat ini juga ditujukan pada diri saya, berarti memfitnah orang lain memang sudah menjadi sifat anda yang mendarah daging. Begitu ringannya anda menuliskan kata "pelacur" dan "kelompoknya" di forum ini. Perlu saya katakan, anda adalah orang pertama yang menulisakan kata itu di forum ini. Anda mesti belajar bagaimana berdialog secara sehat. Moga-moga cuma anda mahasiswa Indonesia di Jepang yang seperti ini. Untung anda sekolah dibiayai pemerintah Jepang, kalau dibiayai pemerintah Indonesia, bangsa ini telah membuang-buang uang. Ngotot dengan pendapat boleh pak, tapi tetap dalam koridor moral, oke?).

Satu hal lagi yang perlu anda ingat, bung Agung yang manis......, bahwa diskusi ini anda yang membukanya pertama kali. Lain kali anda mesti hati-hati membuka topik diskusi baru, sebab pro-kontra selalu muncul dalam diskusi apa pun. Bagi saya lucu sekali bahwa anda membuka diskusi, tapi tidak menerima pendapat orang yang tidak sepaham dengan anda. Selain lucu, juga aneh, sehingga saya tidak tertawa.

Yang lebih aneh lagi, anda setahu saya adalah mahasiswa PhD, tapi mengapa anda tidak menjawab ARGUMEN saya dengan ARGUMEN? Apakah anda tidak belajar tentang itu di sekolah anda? Anda justru membuat tuduhan-tuduhan mengenai pribadi saya. Saya yakin hanya anda mahasiwa Indonesia di Jepang yang seperti ini. Saya bekerja dengan 2 Doktor lulusan Jepang, dan kenal sekitar 5 Doktor lulusan Jepang, tapi semuanya pintar berdiskusi.

Email ini sekaligus pernyataan saya keluar dari diskusi ini. Ini sudah tidak sehat, tidak produktif, dan sudah keluar dari masalah PLTN. Baru kali ini saya marah dalam diskusi. Padahal tujuan diskusi adalah mengembangkan pemahaman. Saya tidak akan merandahkan diri saya lebih jauh melayani para "pengarang cerita."

Kalau anda ingin forum marah-marah ini berlanjut, silahkan tanggapi email saya ini. Tapi saya sarankan supaya anda tidak perlu membalas, karena anda sudah memfitnah saya, dan saya sudah membalas. Jadi adil kan? 1:1. Jangan bikin jadi 1:2, sebab saya tak akan berhenti untuk membuatnya jadi 2:2. Kalau sudah begitu, moderator terpaksa turun tangan.

Selamat ketemu di forum yang sama, tapi di topik berbeda.


Salam,

Saya prihatin dengan statement-statement non-ilmiah, dan bahkan terkesan tendensius, yang sayangnya mewarnai diskusi PLTN ini, seperti yang terlontar pada postingan di bawah.
Secara pribadi saya melihat diskusi ini berjalan dengan baik dan ilmiah. Argumen-argumen dari kedua belah pihak dilontarkan dengan baik dan masih dalam batas-batas yang cukup santun, kecuali setiap statement yang keluar dari pe-mosting di bawah ini.
I just wonder, sebagai seorang intelektual (apalagi sedang menyelesaikan S3 nya di Jepang), apakah sang penulis tidak dapat bersikap lebih santun sedikit dalam mengungkapkan opini dan membantah argumen-argumen pihak lawan? Sebaliknya, saya bahkan belum pernah membaca argumen ILMIAH si penulis mengenai pembelaannya terhadap PLTN, di mana justru kawan-kawan lain telah melontarkan argumen-argumen yang bagus sekali dari kedua belah pihak, baik dari pihak yang pro maupun yang kontra. Sepengetahuan saya, apa yang si penulis lakukan hanyalah melemparkan wacana pro PLTN, memberikan dukungan seraya memaparkan kecanggihan riset-riset nanotechnology di Jepang (termasuk riset quantum computing di group nya), mencela mereka yang mencoba berlainan perndapat meskipun dengan argumen kemanusiaan yang sensible, menyuruh mereka meninjau industri Toshiba di Jepang, dan akhirnya melontarkan tuduhan seperti di bawah ini.
Saya prihatin.... sungguh-sungguh prihatin.... .


Mas Ajos, orang seperti kunaifi hanya berada pada dua keadaan:

1. Benar-benar bodoh, karena tak tahu perkembangan teknologi nuklir.

2. Ada motif-motif non-teknis; seperti yang anda bilang, karena tak
kebagian. Maka dari itu, alasannya pun lucu-lucu, seperti PLTN itu
identik dengan bom dan identik dengan AL-QAEDA.

Halah ... inilah jawaban mengapa bangsa ini tetap aja jongkok; karena
orang yang dianggap ilmu rela menjadi pelacur demi kepentingan diri
dan kelompoknya.

Salam,

__,_._,___
Maaf mas saya kurang mengerti ilmu ekonomi... Tapi yang saya ingin tekankan adalah untuk konsumsi energi rakyat saya rasa masih cukup dengan pemenuhan kebutuhan energi konvensional. .. Dengan syarat adanya pengamanan yang ketat atas pencurian listrik yang masih marak... Penggunaan energi untuk klub-klub hiburan malam di Jakarta saja kalau bisa dikurangi akan berguna untuk mengatasi kekurangan energi... Intinya asal kita tidak boros energi ya pasti bisa... Mulai dari diri-sendiri mungkin ya...


Ini lepas dari masalah nuklir. Jika ekonomi kita meningkat, maka
kebutuhan energi kita akan meningkat.

Contoh: Orang2 miskin yang dulu anak-anaknya tidak sekolah, sekarang
sekolah. Dulu di malam hari anak2 mereka tidak perlu listrik/lampu
untuk membaca atau mengerjakan PR. Sekarang mereka butuh. Kalau
sudah begini apa kebutuhan energi tidak meningkat. Dan peningkatannya
bukan karena kebutuhan konsumtif (main video game atau AC), tapi
karena orang2 yang dulu tidak memakai energi untuk kebutuhan
primernya, sekarang memakai. Percayalah, bahwa peningkatan kebutuhan
energi karena BANYAK anak2 orang miskin sekolah, akan JAUH lebih besar
dibandingkan peningkatan kebutuhan energi yang dipakai orang2 kalangan
atas (AC/video game/etc).

Ahli ekonomi yang benar akan bilang bahwa dalam sistem ekonomi, yang
menentukan harga sembako itu bukan distributor atau pemerintah, tetapi
orang2 yang masuk dalam lowest common denominator, alias rakyat banyak.
__,_._,___
Salut sama Mas Agung ini. Ngotot terus. Tapi saya rasa masih banyak yang perlu dibenahi di bangsa kita. Yang paling dasar adalah MORAL. Terutama moral dimana kita merasa paling pintar & paling tau.

Bikin reaktor nuklir bukan sekedar masalah teknologi. Tapi sampai ke masalah sosialnya juga. Apa kata dunia kalo pembangunan reaktor nuklir aja melibatkan unsur korupsi di dalamnya? Pembangunan PLTN sudah berjalan. Kita cuma bisa berharap semuanya berjalan lancar. Amin ...

Sebenarnya masih banyak sumber energi lain di tanah air kita. Minyak melimpah, sumber energi geothermal juga sangat melimpah.

Tujuan akhirnya apa sih? PENINGKATAN EKONOMI NEGARA & PENINGKATAN TARAF HIDUP RAKYAT. Untuk mencapai ini nggak harus "ngotot" bergerak dari bidang nanoteknologi kok. Biarlah nanoteknologi jadi garapannya negara-negara yang sudah lama berkutat di bidang ini. Masih banyak lahan buat negara kita. Buat kita-kita yang sudah bekerja di bidang nanoteknologi, lanjutkanlah ... Terus berkontribusi untuk negara. Tapi rasa-rasanya butuh waktu lama kalau kita mau mengangkat nama Indonesia dari bidang nanotech.

"Lha wong ngurusin minyak aja nggak beres, gimana mau ngurusin nuklir???" Saya sih berharap sebaliknya. Siapa tau urusan energi nuklir menjadi 'solusi' di tengah urusan minyak kita yang sedang terperosok.

salam,


__,_._,___
Kalau dilihat dari banyaknya orang yang berada di garis kemiskinan yang makin abu-abu itu benar juga sich bahwa pengguna energi terbesar itu mereka... Realita yang relatif banyak bapak lihat sedikit berbeda dengan yang relatif banyak saya lihat... Kalau dalam sudut pandang saya (yang mungkin salah tapi juga mungkin benar) listrik itu banyak dinikmati untuk hal-hal yang tersier... Hiburan, kemewahan, tv, radio... Khusus untuk TV, jika pesan pemerintah hemat listrik dari pukul 19:00-22:00 dijalankan maka kita akan lebih meratakan penggunaan listrik... Yang saya maksud seperti itu... Orang menengah ke bawah menurut saya lebih paham masalah menghemat energi karena uang mereka sedikit... Orang menengah ke atas hanya sebagian kecil (bukan tidak ada) saja yang paham mengenai hal tersebut...


Coba kita buat estimatsi sederhana. Jika 10 juta rakyat miskin
Indonesia yang seharinya tidak menggunakan listrik sekarang
menggunakan listrik 100 W rata-rata. Ini sudah 1 giga watt.
Jatiluhur itu 187 MW dari referensi yang saya baca, alias membangun 1
waduk sebesar Jatiluhur tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan 10
juta orang yang hanya menggunakan 100 W rata-rata.

Itu hanya back-of-envelope calculation. Perhitungan sebenarnya tentu
jauh lebih kompleks. Intinya, jika kesejahteraan rata-rata di
Indonesia meningkat, maka kebutuhan energi akan melonjak luar biasa
dan ini SEDIKIT/HAMPIR TIDAK ADA hubungannya dengan konsumsi listrik
orang kaya. Saya tidak membela orang2 kaya, tapi saya hanya
menunjukkan realita.
_._,___
Mas "John",

Bagi saya, masalah "teknologi", apalagi "teknologi nuklir", hanyalah
salah satu bagian terkecil dari revolusi yang harus dilakukan bangsa ini.

Saya sepakat dengan anda, bahwa yang harus dilakukan pertama kali
adalah revolusi moral, setelah itu revolusi sains, setelah itu
revolusi teknologi, kemudian revolusi industri.

(Jika anda mengikuti milis
(http://tech. groups.yahoo. com/group/ interdisiplin/) dan blog
(http://trisetyarso. wordpress. com/) yang saya buat, ide mengenai
revolusi seperti itu tersebar dimana-mana. )

Namun, khusus untuk masalah teknologi nuklir, sekali lagi, marilah
kita hargai para pakar teknologi yang berbicara teknologi; janganlah
seorang profesor tak jelas yang menghakimi bahwa teknologi nuklir itu
bahaya atau tidak.

Jika kita ingin bangsa ini membaik, marilah kita hargai pakar yang
bersangkutan untuk berkarya dan didengar pendapatnya.

Jika anda ingin tahu teknologi nuklir, maka lebih baik kita dengar Pak
Sutrisno dan Pak Zaki Suud untuk berbicara.

(Ironis memang, kedua orang tersebut nyaris tak terdengar di media
sedikit pun .. !)

Salam,

sekali lagi pak agung saya dukung pendapat anda 100%...tapi ingat
mereka juga berhak berpendapat. ..jangan sampai forum ini jd penuh dg
caci maki..ingat pesan2 para pendiri forum ini.....klo perdebatan di
forum sepperti ini saya takut tujuan pendirian forum ini jd
ternoda...sebagai searang sarjana fisika saya turut
prihatin ..dengan perkembangan milis FISIKA belakangan ini ,memang
sejak 4 tahun lalu saya bergabung di milis ini baru ini ada
perdebatan yg mengarah ke hal2 yg negatif...
sekian dan MOHON di perhatikan untuk semua...

__,_._,___
Handhika, cuba kamu baca posting saya mengenai pltn menjadi first step
bagi nanoteknologi.

Silakan search di archive.

._,___
Saya sendiri sudah bekerja di BATAN dari 1989 sampai sekarang belum
melihat ada tanda-tanda keseriusan untuk membangun PLTN sekalipun
sekitar sepuluh tahun lalu pihak Jepang melalui perusahaannya,
NewJec, sudah melakukan survey Studi Tapak & Studi Kelayakan (STSK)
namun semua pihak petinggi di instansi saya tetap takut untuk
mengambil keputusan sedangkan menurut UU-nya instansi saya tersebut
bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan tentunya orang nomor
satu di kantor saya bisa saja akses langsung ke RI-1. Namun apa daya
semuanya takut resiko.

Mungkin sampai saya pensiun (sekitar 10 tahun lagi) atau anak-anak
saya sudah S3 pun PLTN tersebut tidak akan pernah ada.

Sebetulnya mudah saja kalau kita mau, pembangunan, pengoperasian,
pemeliharaan dan pengolahan limbah bisa saja semuanya dilakukan oleh
negara-negara yang sudah maju seperti misalnya yang tidak usah jauh-
jauh, Jepang, dan kita cuma ambil listriknya saja.

Secara jujur saja bahwa bangsa kita ini mungkin ditakdirkan untuk
berwatak non-inovator tetapi aplikator sehingga kalau kita mau terus
mengikuti perkembangan teknologi sejalan dengan negara-negara
industri maju, ya, sebaiknya lakukanlah seperti yang saya utarakan
tadi.
_,_._,___
Salam,...

Jangankan para fisikawan,.. kami-kami saja para fisikawam (fisika-awam) juga prihatin dan berduka cita dengan kejadian di forum ini.
Kami sedang seru-serunya membaca adu argumen yang betul-betul menarik dan membuka wawasan kami, eh.. kok tiba-tiba komentar yang menjatuhkan. Tapi kok kami melihat yang mau menjatuhkan justru yang terjatuh. :)

Kami pun sangat menyayangkan kalau akhirnya saudara/pak Kuanifi mengundurkan diri. Bukannya kami mendukung beliau, tapi sumber ilmu dan inspirasi kami jadi berkurang.. hehe.

Thx juga buat, pak Onex, pak Sigit, pak Dodi, mr.Rock, dan kawan-kawan semua.. atas sumbangan ilmu gratisnya. pak agung, kami akan salut dan bangga kepada bapak kalo MAU membujuk pak Kunaifi bergabung lagi. Hihihi..

Mohon maaf kalo kami cuma bisa ber-opini tanpa argumen yang ilmiah, karena yaaa memang begini keadaan kami, miskin ilmu, tapi kaya rasa ingin tahu. Lagipula kami bukan fisikawan.. :)


Wassalam,
Mas Alvano,

Saya juga khawatir sama seperti anda.

Setelah tahunan mengikuti isu yang tak kunjung kelar ini, saya melihat
dengan jelas ada upaya pembodohan massal dalam kasus PLTN ini; kawan
saya, Sidik Permana, lulusan Tokodai bidang teknik nuklir mengatakan
bahwa sudah pernah submit 5 tulisan populer ke seluruh media massa,
namun direject hanya dengan alasan bahwa isu populis yang berkembang
di masyarakat adalah menolak PLTN.

(Bandingkan dengan tulisan Pak Wilardjo yang sangat tak ilmiah namun
dipublish di KOMPAS:
http://www.kompas. com/kompascetak/ read.php? cnt=.xml. 2008.03.14. 0036588&channel= 2&mn=158& idx=158)

Pembodohan itu entah sadar ataupun tidak sadar, dilakukan oleh banyak
pihak; entah itu media massa, sebagian dari fisikawan, birokrat dan
para suporter2x lainnya.

Akibat dari pembodohan seperti itu, ya akhirnya kita bahkan tak berani
menganggap diri kita layak menjadi inovator; bangsa kita mungkin hanya
layak sekelas aplikator atau mungkin lebih rendah lagi, yaitu calo.

(Btw, kata inovator sendiri semakin langka terdengar; apalagi
inventor. Mungkin tak lama lagi tak hanya terdengar sayup-sayup; kelak
akan benar-benar hilang dari kamus bahasa indonesia)

Btw, bidang saya sekarang memang tak bersentuhan langsung dengan PLTN;
bidang yang saya kerjakan adalah implementasi komputer kuantum. Karena
Profesor saya, yaitu Profesor Kohei M. Itoh (Keio), dan juga rekan
saya di NII (National Institute of Informatics) yaitu Thaddeus Ladd
(Stanford), mengembangkan implementasi qubit dengan menggunakan nuklir
pada silikon, maka saya semakin tahu, bahwa nuklir itu aplikasinya
luas sekali; jangan dikit-dikit dikait-kaitkan dengan teroris dan bom
atom.(Sebagaimana yang dihembus-hembuskan oleh Pak Liek Wilardjo)

Dan alangkah mustahilnya kita mampu mengembangkan teknologi nano, jika
kita tak mengembangkan nuklir untuk keperluan energi.(Maka dari itu
saya kasih link2x Toshiba, MIT dsb untuk dipelajari; saya males kalo
harus nerjemahkan dan menjelaskan ... silakan usaha sedikit ...)

Akhirul kalam, singkat cerita, saya prihatin sekali dengan kejumudan
mereka yang pikirannya sangat tak terbuka. Semoga kelak Allah SWT
memberikan pencerahan kepada anda yang pikirannya terjajah.

Saya percaya bangsa kita mampu menjadi inovator, bahkan inventor
sekalipun !!

Amiin.

Salam,


__,_._,___
Sebenarnya saya mendukung sepenuhnya pembangunan PLTN di Indonesia. Sekedar koreksi statement Mas Agung,

"Dan alangkah mustahilnya kita mampu mengembangkan teknologi nano, jika
kita tak mengembangkan nuklir untuk keperluan energi."

Mas Agung yg baik ...

Tanpa nuclear reactor pun saya rasa Indonesia bisa mengembangkan nanoteknologi. Nanotekonologi tidak 'melulu' masalah nuclear reactor. Saya rasa banyak physicist di bidang nanoteknologi di milist ini yang setuju dengan statement saya.

Sebenarnya apa sih yang bisa dimanfaatkan oleh para scientist nanoteknologi dari nuclear reactor? Setau saya dari reaksi nuklir kita bisa memanfaatkan beam neutron-nya (sebagai hasil reaksi nuklir) untuk mengkaji struktur material. Ini lebih ke arah micro-physics. Kalo neutron scattering, saya rasa BATAN-Serpong juga punya, hanya pemanfaatannya yang belum maksimal.

Lalu, nanoteknologi. Nanoteknologi lebih banyak berurusan dengan mesoscopic physics, bukan micro-physics (I would say). Saya rasa tanpa nuclear reactor pun banyak alternatif karakterisasi yang lain. Electrical measurement? Magnetic measurement? Indonesia punya ini.

Apakah Mas Agung tau di bagian mana PLTN bisa secara langsung berkaitan dengan nanoteknologi? Bisa tolong beri saya contoh?

Saya rasa kita masih bisa mengembangkan nanoteknologi sekalipun tanpa PLTN.

salam,

Dan alangkah mustahilnya kita mampu mengembangkan teknologi nano, jika
kita tak mengembangkan nuklir untuk keperluan energi.(Maka dari itu
saya kasih link2x Toshiba, MIT dsb untuk dipelajari; saya males kalo
harus nerjemahkan dan menjelaskan ... silakan usaha sedikit ...)
_,_._,___
Moderator kemana??? Ada yang bakal berantem nih kayaknya...
Malu om, banyak anak-anak muda yang baca... Saling berbaikan donk... Semua ini masih bisa dibicarakan dengan hati tenang kq... Mending bicara tentang bagaimana solusi terbaik mengenai pengolahan sampah PLTN dan polusi air panas yang bakal merusak ekosistem di sekitar semenanjung Muria... Ada yang punya solusi nggak mengenai dua hal tersebut...? ????

Mas "John",

Perlu diperjelas dulu, kenapa dikatakan kita satu profesi?

Memang profesi anda apa dan profesi saya apa?

Salam,

_._,___
Berlebihan pak... Sangat tidak memotivasi anak-anak muda yang akan mencoba berjuang untuk bangsa ini... Malah mungkin akan merasa malu sama sekali terhadap kesinisan demi kesinisan yang bapak lontarkan... Jangan meng-generalisasi dalam suatu bangsa bila ingin berbicara tentang kelayakan bangsa ini akan menjadi apa... Orang-orang yang kontra terhadap suatu hal punya alasan untuk bicara tidak tentang sesuatu... Karena itu akan menjadi sesuatu yang sangat tidak baik jika bapak menganggap usaha yang dilakukan sebagian orang dalam mempertahankan pendapatnya itu merupakan suatu pembodohan.. . Moderator kemana ya... Kq bapak yang satu ini didiamkan saja...??? Milis ini dibaca banyak orang lho...
__,_._,___
Pak Kunaifi, ayo dunk..
Kami masih butuh pencerahan dari Anda.

Toh Bapak bukan mencari posisi "Menang -Kalah" bukan. Saya bisa lihat,
penentang Anda (yang menyerang pribadi) begitu penting baginya jika
disebut HEBAT dan "Menang". Saya tidak melihat hal seperti itu dalam
argumen2 Anda. Anda mendidik dan memberi pencerahan.

Kami tunggu artikel2 Anda di milis ini.

Salam Damai di Bumi

__,_._,___
Mas "John",

Bisa tahu aktifitas anda sekarang apa?

Kalau anda ingin S2, coba pikirkanlah untuk memilih Jepang.

Atau jika ingin bekerja, coba pikirkanlah kerja di Jepang.

(Saya rekomendasikan Jepang, karena negeri ini telah berhasil
memadukan sains dan teknologi dengan baik sekali. Dan, etika yang
mereka memiliki juga membuat teknologi yang mereka kuasai menjadi
teknologi terdepan dalam banyak bidang di dunia)

Sulit bagi saya untuk dapat merangkum seluruh kemajuan teknologi
nuklir yang terjadi sekarang ini dan kaitannya dengan teknologi nano;
karena sudah begitu complicated.

(Menceritakan seluruh yang saya kerjakan di keio saja sudah tak akan
cukup.)

Singkat cerita, tidak hanya sains saja yang kini mengalami
interdisiplin, tapi teknologi juga mengalami interdisiplin. Energi,
informasi, biologi dsb semakin saling sinergi satu sama lain untuk
menuju kesetimbangan sains dan teknologi yang baru.

Termasuk salah satunya, teknologi yang sudah established di teknik
nuklir, dibutuhkan dalam teknologi informasi.

Saya ndak bisa bayangkan nasib riset implementasi qubits dengan
menggunakan nuklir, dengan menafikkan teknologi nuklir, mengingat
begitu banyaknya ide dan perangkat-perangkat yang sebelumnya digunakan
dalam riset teknologi nuklir (yang tadinya untuk kepentingan riset
energi alias reaktor), yang kini terpakai dalam bidang-bidang lain
seperti riset kedokteran, informasi dsb.

Sehingga, dus, riset teknologi nuklir di Indonesia untuk kepentingan
energi hendaknya jangan diharamkan, malah harusnya didukung. Karena,
Jepang membuktikan, kita tidak hanya butuh riset teknologi nuklir
untuk kepentingan energi itu sendiri, melainkan kita butuh hasilnya
untuk bidang-bidang lain.

Btw, ini gambaran sekilas riset NMR Quantum Computation di Keio:

http://www.appi. keio.ac.jp/ Itoh_group/ facilities/ facilitiese. html

(Ada banyak perangkat yang tak dimasukkan dalam situs itu)

Salam,
_,_._,___
Usul yang bagus.

Tentu, kalau itu terjadi, saya hanya jadi penggembira; jagoan saya
adalah Pak Sutrisno dan Pak Zaki Suud yang lulusan Nuclear Engineering
dari UC Berkeley dan Tokyo Institute of Technology. Kalau kutub ini
membutuhkan pembenaran dari teknologi nano, saya siap mensupport.

Salam,
.
Tambahan Pak..
Apapun ang kita baca dan diskusikan, tidak akan pernah menjadi proses
pembodohan.

mengikuti diskusi "PLTN" di milis ini, membuat saya semakin banak tau.
Terimakasih untk semua yang sudah memberi pelajaran.

Satu lagi,
Dunia media, tidak terlepas dari dnia bisnis. "Oplah".

Salam

.
Mas "Mesin",

Jelas itu tergantung dari kekuatan politik yang berkuasa, yang akan
menyetir opini masyarakat umum.

Inilah yang saya maksud dengan pembodohan massal.

Ndak percaya?

Contoh. Opini mengenai peradaban Islam di Eropa.

Mayoritas orang Eropa enggan mengakui kontribusi Islam di peradaban Eropa.

Silakan pelajari:

http://trisetyarso. wordpress. com/2007/ 10/13/sejarah- islam-di- eropa/
http://video. google.com/ videoplay? docid=-768956312 207897325

Begitu juga mengenai kasus 9/11, perang Irak, PLTN dsb.

Salam,

.
Begini pak kunaifi..... limbah PLTN itu, 1 kg nya seukuran silinder
yang berdiameter 1 cm dengan tinggi 1 cm, jadi jelas bahwa limbah PLTN
sangatlah sedikit.... sedangkan dengan ditemukannya reaktor generasi 3
dan 3+ sekarang ini, maka 90% limbah dari PLTN yang ada sekarang ini
(generasi II) digunakan sebagai bahan bakar baru pada reaktor generasi
3 dan 3+....

Alangkah hematnya PLTN itu kan......

.

__,_._,___
Benar apa yang dikatakan oleh mas Arnold LG. bagus sekali kalau diadakan forum terbuka seperti seminar..
mungkin bisa bekerjasama dengan ITB.... tinggal kita cari fasilitatornya saja...

salam

Saya playing devil's advocate nih. Sekarang apakah komunitas sains
Islam juga mau mengakui kontribusi ilmuwan dari zaman Yunani dan
Romawi kuno ? Geometri Euclid. Saringan Erasthothenes.
Cretan/Epimenides paradox.

Sains bukan permasalahan siapa pertama menemukan apa. Bahkan bukan
siapa yang paling benar. Adanya teori relativitas TIDAK membuat
mekanika Newton salah. Sains juga bukan masalah nasionalitas,
kebangsaan, agama, atau masyarakat.

I said this earlier and I am going to say it again: Kalau saintis dan
ilmuwan Muslim lebih memusatkan perhatian pada mempelajari,
mempraktekkan, dan mengajarkan sains dan teknologi, dibandingkan
meributkan siapa yang pertama menemukan apa, maka dunia Islam akan
jauh lebih maju. Saya pribadi capek dengan complain dan whining dari
dari orang-orang lebih banyak berkeluh kesah, mengklaim kejayaan masa
lalu, atau menyalahkan komunitas sains Barat dibandingkan kerja nyata.

Give your rivals the proper credit. Kita harus bangga dengan bangsa
Indonesia membangun Borobudur, tapi kita juga harus hargai dan akui
bahwa bangsa Romawi membangun Colosseum, dan bangsa Cina membangun
Tembok Besar.

Ada quote saya baca di Symmetry magazine yang patut kita renungkan.

"There is no national science, just as there is no national
multiplication table. What is national is no longer science."

Ganti kata 'national' dengan segala label negara, suku, agama, ras,
alma mater/institusi, dan kutipan di atas masih berlaku.
__,_._,___
Mas Haryo, anda sudah baca belum karya Ibnu Sina, Ibnu Rusyd dsb?

Nah, nanti anda akan temui, Aristoteles, Phytagoras dsb diakui dengan
baik oleh beliau-beliau itu.

(Silakan kunjungi perpustakaan CIPSI (http://philosophia- cipsi.com/)
di Grand Wijaya, Jakarta).

Anda bandingkan dengan pengakuan ilmuwan Barat terhadap kontribusi
peradaban Islam; ilmuwan yang paling jelas mengakui itu ya paling cuma
Roger Penrose di "Emperor of New Minds".

Usaha penghapusan sejarah Islam itu memang sistematis sekali,
sebagaimana yang dikatakan oleh Bettany Hughes di

http://video. google.com/ videoplay? docid=-768956312 207897325

Sekali lagi, pelajari dengan baik video itu.

Salam,

.

__,_._,___
Termakasih Pak Agung atas informasinya. .
apakah opini yang telah banyak bapak paparkan di milis dalam
topik "Opini PLTN di Media : Negatif" ingin meng-counter pendapat
orang2 yang menolak PLTN?

Kita masih pengen diskusi ii dilanjutkan Pak. Mohon info2 lebih
lanjut..

Salam

__,_._,___
Mas Arnold,

Saya tak berhak memperjuangkan PLTN di Indonesia; karena saya bukan
orang BATAN, LIPI dan tidak pula PhD dalam bidang nuklir.

Sekali lagi, saya hanya suporter. Jagoan saya adalah Pak Sutrisno, Pak
Zaki Suud dan kawan saya, Sidik Permana. Untuk urusan PLTN, menurut
saya, merekalah yang seharusnya dijadikan rujukan.

Sekarang ini saya kerja dan juga riset PhD dalam bidang informasi
kuantum (Quantum Information) .

Bidang inilah yang akan saya perjuangkan habis-habisan.

Jika berminat mengikuti perjuangan saya, silakan silaturahmi ke:

http://www.trisetya rso.wordpress. com
http://tech. groups.yahoo. com/group/ interdisiplin/

Kalau mau berminat lebih jauh lagi, saya tengah membantu pembangunan
sistem pendidikan di sebuah madrasah kecil yang terletak di rumah saya
yang terletak di Depok.

Salam,

Saya tak berhak memperjuangkan PLTN di Indonesia; karena saya bukan
orang BATAN, LIPI dan tidak pula PhD dalam bidang nuklir.

Sekali lagi, saya hanya suporter. Jagoan saya adalah Pak Sutrisno, Pak
Zaki Suud dan kawan saya, Sidik Permana. Untuk urusan PLTN, menurut
saya, merekalah yang seharusnya dijadikan rujukan.

Sekarang ini saya kerja dan juga riset PhD dalam bidang informasi
kuantum (Quantum Information) .

Bidang inilah yang akan saya perjuangkan habis-habisan.

Jika berminat mengikuti perjuangan saya, silakan silaturahmi ke:

http://www.trisetya rso.wordpress. com

http://tech. groups.yahoo. com/group/ interdisiplin/
Kalau mau berminat lebih jauh lagi, saya tengah membantu pembangunan
sistem pendidikan di sebuah madrasah kecil yang terletak di rumah saya
yang terletak di Depok.

Salam,

Belum. Dan mungkin tidak akan pernah sempat. Pribadi saya ingin dan
tertarik untuk membaca karya-karya klasik dari berbagai zaman. Namun
keterbatasan saya baru membawa saya sampai ke literatur di dunia kerja
saya: fisika terutama partikel eksperimen. Saya nggak ada masalah
dengan itu, dan saya kira banyak orang juga punya pengalaman sama.
Jaman sekarang, berapa fisikawan yang belajar hukum Newton dari
Principia, berapa dokter yang belajar kedokteran dari The Canon, atau
berapa matematikawan yang belajar geometri bidang datar dari The
Elements ? Boro-boro literatur klasik, sekarang berapa fisikawan
teori yang pertama kali belajar renormalization of non-Abelian gauge
fields dari papernya 't Hooft-Veltman ? Dan itu cuma sekitar 35 tahun
lalu.

Tapi sebenarnya bukan itu (apakah ilmuwan muslim mengakui ilmuwan
Barat) yang saya maksud. Saya menunjukkan bahwa pada komunitas
ilmuwan Muslim di zaman ini, sudah terlalu banyak adanya mentalitas
menyalahkan dan menuduh komunitas yang sudah maju ATAS kemunduran
komunitas ilmuwan Muslim. Terlalu banyak bahkan. Sampai kelupaan
untuk melakukan sains sendiri untuk memajukan komunitas sains Muslim,
dan lebih asyik ceramah dan menjual propaganda. That's harsh, that
will make me unpopular, but I will say it anyway.

Kenapa tidak mencorongkan energi tersebut untuk benar2 melakukan
sains, dan memajukan komunitas sains Muslim sendiri. Bukannya
dampaknya lebih besar ? Action speaks more than words; in the
scientific world, paper, publication and citation speaks more than
finger-pointing, whining, and complaining.

Pribadi, saya selalu berusaha menjadi 'buta' terhadap agama, ras,
gender, siapa yang mau maju dalam sains kalau bisa saya bantu, saya
akan bantu tanpa melihat embel-embel di atas. Asal mau kerja keras,
belajar, dan mengikuti prinsip yang diterapkan dalam dunia sains.

So, rekan-rekan, siapa saja, kalau benar-benar mau maju, tolong
hentikan segala macam tuduhan-tuduhan atau sikap menyalahkan semacam
itu. Dalam jangka panjang, gak akan membawa ke mana-mana. Tidak
semua ilmuwan itu menyenangkan dan sportip, saya pernah melihat dan
mengalaminya di depan mata saya sendiri, namun in general kemajuan
sains merupakan 'kristalisasi keringat' (minjam kata-kata Bung Karno
nih) dan bukan merupakan hasil saling tuduh dan menyalahkan.

> Anda bandingkan dengan pengakuan ilmuwan Barat terhadap kontribusi
> peradaban Islam; ilmuwan yang paling jelas mengakui itu ya paling cuma
> Roger Penrose di "Emperor of New Minds".

Lha, penggunaan kata 'algebra', 'azimuth', atau 'canon' dalam bahasa
Inggris apa bukan pengakuan yang tertanam dalam sekali di budaya
bangsa Barat (deeply entrenched in Western culture) ? Berapa persen
matematikawan, astronom, dan dokter yang gak tahu arti dan asal muasal
kata-kata itu ? Saya kira kecil sekali.

> Usaha penghapusan sejarah Islam itu memang sistematis sekali,
> sebagaimana yang dikatakan oleh Bettany Hughes di
>
> http://video. google.com/ videoplay? docid=-768956312 207897325
I haven't had time to watch it more than five minutes. My take is
this: Keributan antar kerajaan Spanyol dan Islam bukanlah hal yang
aneh atau sangat luar biasa. Banyak budaya dan kerajaan sudah saling
ribut dan berperang dalam sejarah dunia selama 5000-6000 tahun. Saya
gak membenarkan tindakan kerajaan Spanyol yang menumpas budaya semacam
itu. Namun bagi saya, membuat ekstrapolasi dari peristiwa 500 tahun
lalu dan menggeneralisir tuduhan penumpasan budaya ke seluruh
kebudaayaan barat, itu ektrapolasi yang sangat diragukan.

Hipotesa saya: Peluang seorang awam TIDAK sadar/TIDAK tahu tentang
budaya dan sejarah Islam akan lebih kurang sama dengan peluang orang
tsb tidak tahu tentang BUDAYA besar lain: Cina, Jepang, India.

Saya gak punya bukti. Tapi saya kira tidak benar kalau orang awam
tidak tahu, lantas dituduh yang bukan2.

Contoh nih: Saya orang Jawa dan tidak tahu banyak sejarah Minangkabau,
Melaka, Dayak, Makasar, Manado, atau Maluku, lantas saya dituduh
'tidak menghargai' dan 'mau melenyapkan budaya2 tersebut dari
sejarah'. Sikap saya netral, saya tidak punya waktu untuk mempelajari
budaya2 lain, tapi saya membiarkan dan tidak melarang warga dari
daerah tsb untuk mempraktekkan budayanya. Saya juga gak akan memaksa
orang mempelajari budaya Jawa, tapi saya harap orang lain juga tidak
memaksa saya belajar budaya mereka, apalagi kalau dibumbui
tuduhan-tuduhan konspirasi segala macam.

Tulisan saya sudah menyimpang jauh dari topik asal, dan mungkin juga
dari fisika, so I'll stop here.

But I am still stand firm on my opinion: Stop all those stupid and
childish finger-pointing acts, and start to do REAL work.

__,_._,___
Saya ga tau ya definisi maju atau tidaknya Indonesia,tp yg pasti kita tergantung pada luar.Misal perang pun dengan Singapura,dlm 15 menit Iswahyudi-Madiun dan Jakarta luluh lantah oleh mereka.Artinya dalam banyak hal kita memang tertinggal shg tergantung.
.

__,_._,___
Mas, saya mendukung *ahlinya* untuk berbicara.

(Selama ini ahli nuklir dikuyo-kuyo, risetnya tak pernah naik ke
permukaan ... )

Kalau Pak Liek Wilardjo ingin bicara etika, karena beliau propesor
etika, itu silakan ... tapi jangan bicara PLTN segala macem.

Nah, kalau ada yang berminat membuka wacana "quantum information" ,
saya baru agak PD, karena saya memang kerja di bidang ini (National
Institute of Informatics dan Keio.)

Plus saya kebetulan S1 dan S2 dalam bidang fisika kuantum dari ITB.

Serahkanlah urusan pada ahlinya ...

Salam damai,
__,_._,___
Seperti hal-nya di sepak bola, supporter hanya bisa mengata-ngatai.

Dalam analoginya dengan sepak bola, bagi saya (dalam hal PLTN ini), kita tidak lebih dari sekedar komentator dan pembawa acara. Nggak lucu toh kalo komentator dan pembawa acaranya mengata-ngatai wasit dan pemain bolanya yang jelas lebih tau kondisi di lapangan. Terlebih lagi kalau mengata-ngatai komentator lainnya.

Ah, ini sih sekedar iseng saja. Maaf kalau melenceng dari topik.

salam,

Ooo...cuma supporter toh.
Gak ada bedanya dengan supporter di Liga Indonesia yah.
yang maen siapa, yang ribut siapa.

Please donk ah.
Berani2nya ngomong Indonesia gak maju2.
ckckckck....
__,_._,___
Mas Haryo,

Masalah ini sudah cukup panjang sekali diskusinya di milis
"Interdisiplin" (http://tech. groups.yahoo. com/group/ interdisiplin/).

Silakan lihat-lihat diskusi saya dengan sdr. Nidlol.

Disitu saya membela habis-habisan filsafat islam, seperti konsep
"wihdatul wujud" dsb.

Singkat cerita, peradaban Islam itu habis karena faktor eksternal dan
internal.

Faktor eksternal, sebagaimana diungkapkan oleh Bettany Hughes
(sejarahwan asal Oxford), melibatkan konspirasi yang sistemik dari
bangsa Eropa ketika itu. Di zaman sekarang, strategi seperti itu
diterapkan untuk menekan Iran agar tak mampu menguasai teknologi nuklir.

Sedangkan faktor internal, disebabkan semakin maraknya perebutan
kekuasaan diantara kaum muslimin sendiri.

Perebutan kekuasaan tersebut mengakibatkan para ilmuwan dan juga
buku-buku yang berbeda paham dihabisi (dibunuh dan dibakar).

Salah satu ilmuwan yang terbunuh adalah Suhrawardhi Al-Maqtul
(http://en.wikipedia .org/wiki/ Shahab_al- Din_Suhrawardi)

Btw, saya selalu menyediakan ruang diskusi seperti itu di milis saya,
anytime.

Salam,

__,_._,___
Oh begitu Pak Agung..
Artinya pernyataan2 bapak tersebut juga merupakan opini yang
dikeluarkan bukan oleh ahlinya??

baiklah..
Berjuang terus Pak.

Kamis, 24 April 2008

PEMETAAN MIKROSTRUKTURAL BAJA MANGAN AUSTENIT-3401 PADA PROSES PENDINGINAN CEPAT

PEMETAAN MIKROSTRUKTURAL BAJA MANGAN AUSTENIT-3401 PADA PROSES PENDINGINAN CEPAT

1 S.K.Kurniawan.S, , 2 Reza Fadhila 3 Justinon 4 Eddi Marlianto
Sekolah Pascasarjana-Departemen Fisika-Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara — Medan , INDONESIA

Abstrak
Baja mangan austenit Hadfield yang mengandung kira-kira 1,2% carbon dan 12 tol4% Mn masih tetap umum digunakan untuk komponen rel kereta api seperti bagian frog dan bagian melintang dan juga untuk bahan penanganan batu. Tulisan ini mempresentasikan perkembangan mikrostruktural baja mangan austenit – 3401 disebabkan perlakuan panas yang berbeda-beda diikuti dengan proses pendinginan cepat. Bahan dipanaskan hingga 1050C yang diikuti dengan proses pendinginan cepat yang menyebabkan larutan padat carbide mengendap pada serat fase austenit murni. Dengan melembutkan fase austenit ini, akan terjadi dispersi parsial austenit. Waktu dan temperatur pelembutan akan mempengaruhi luas dispersi pada fase austenit. Temperatur pelembutan ditetapkan antara 400C sampai 600C dengan tahapan peningkatan 50C. Kajian mikrostruktur sampel menunjukkan bahwa pengendapan austenit dimulai dengan pengendapan besi dan mangan carbide pada batas-batas serat, kemudian secara progresif diikuti oleh kemunculan unsur baru yang kemudian memuai sampai ke interior batas-batas seratnya. Pendinginan cepat biasanya menyebabkan carbide yang mengendap pada batas-batas serat terdispersi kembali pada serat-serat. Pembentukan fase baru meningkat sesuai dengan peningkatan temperatur.

METALOGRAFI TRANSFORMASI BAJA MANGAN (Fe Mn)

METALOGRAFI TRANSFORMASI BAJA MANGAN (Fe Mn)
PADA KONDISI PENDINGINAN MEDIA UDARA


1 Faridah Nuriana, 2 S.K.Kurniawan,S, 3 Reza Fadhila 4 Justinon 5 Eddi Marlianto
Sekolah Pascasarjana-Departemen Fisika-Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara — Medan , INDONESIA


ABSTRAK



Telah dilakukan suatu penelitian terhadap bahan baja hadfield yang biasa dipakai sebagai bahan dasar rel kereta api dimana dilakukan pendataan terhadap perubahan mikrostruktur akibat perlakuan panas pada daerah temperatur aging . Bahan dipanaskan hingga 1050C yang diikuti dengan proses pendinginan cepat yang menyebabkan larutan padat karbida mengendap pada butir fase austenit murni. Dengan pemanasan kembali fase austenit ini, akan terjadi dispersi parsial austenit. Pemanasan dilakukan pada temperatur ( 400C, 450C, 500C, 550C dan 600C) dengan tahapan 30 menit dan 60 menit yang selanjutnya. Mikrostruktur yang didapat didatakan morphologinya dengan Optical Microscopy ( OM ) dan elemen yang terkandung diuji dengan X-ray Fluorecence Spectroscopy ( XRF ). Pada pendataan morphologinya terlihat bahwa pada temperatur rendah plat-plat ferrit akan tumbuh dan mulai bernukliasi pada permukaan butir fasa austenit. Pada temperatur lebih tinggi, fasa ferrit tersebut akan tumbuh membentuk plat-plat ferrit acciculer yang tumbuh kesegala arah. Fasa baru yang tumbuh pada 400C sampai dengan 500C merupakan transfomasi dari keadaan amorf ke fasa acciculer. Pada temperatur yang cukup tinggi yaitu 600C akan terbentuk fasa pearlit dimana struktur ferritnya masih dapat diobservasi.

ANALISIS SIMULASI FRAKSI BAJA MANGAN (Fe Mn)

ANALISIS SIMULASI FRAKSI BAJA MANGAN (Fe Mn)
PADA KONDISI PENDINGINAN UDARA (AIR COOLING)

1 Tri Chandra, 2 S.K.Kurniawan,S, 3 Reza Fadhila 4 Justinon 5 Eddi Marlianto
Sekolah Pascasarjana-Departemen Fisika-Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara — Medan , INDONESIA

ABSTRAK

Baik fase bainitik maupun fase pearlitik yang terbentuk dalam baja mangan Hadfield, setelah dilakukan dengan pemanasan tetap pada tempratur 450 C, 500 C, 550 C dan 600 C dengan waktu tahan 30 menit dan 60 menit dapat diplot melalui program simulasi dengan menggunakan program Image Analyzeir. Ferit accicular yang terbentuk baik yang berada dibatas butir maupun dibatas butir fasa austenit, dimana butir fasa austenit akan semakin tumbuh dan mengendap dibatas butir yang ditandai dengan meningkatnya kekerasan secara simulasi. Fasa–fasa austenit, ferit maupun yang lainnya dapat terdistribusi secara simulasi melalui luas perubahan warna yang ada pada program Image Analyzeir. Kekasaran permukaan dapat juga diperediksi melalui surface simulasi yaitu sekitar 60,2 HRC. Berdasarkan simulasi ini dapat diprediksi bahwa semakin tinggi temperatur heattreatment akan memberikan nilai kekerasan yang tinggi.

Senin, 21 April 2008

PERUBAHAN FASA BAJA MANGAN (FeMn) HADFIELD 3401

PERUBAHAN FASA BAJA MANGAN (FeMn) HADFIELD 3401
PADA PROSES PEMANASAN DAN PERLAKUAN
PENDINGINAN CEPAT (water quenching) DAN LAMBAT ( air cooling )

1 S.K.Kurniawan.S, 2 Reza Fadhila , 3 Justinon, 4 Eddi Marlianto
Sekolah Pascasarjana-Departemen Fisika-Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara — Medan , INDONESIA


ABSTRAK

Baja Hadfield diteliti dengan proses pemanasan pada temperatur 1000 ºC-1090 ºC kemudian didinginkan cepat (water quenching). Bahan yang telah didinginkan cepat (water quenching) kemudian diteliti perkembangan mikrostrukturnya setelah pemanasan kembali dengan temperatur yang berbeda (500 ºC, 550 ºC dan 600 ºC) dengan dua kaki waktu penahanan ( 30 menit, 60 menit) pada pendinginan lambat (air cooling) dan pendinginan cepat (water quenching). Efek dari pendinginan cepat menghasilkan migrasi ferrite dari butir kebatas butir pada fasa austenit. Berbeda dengan kondisi diatas, pendinginan lambat pada beberapa fasa. Untuk memastikan, mikrostruktur kemudian diuji morfologi dengan menggunakan scanning electron microscopy (SEM) dan untuk memastikan analisa unsur dengan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) dan juga X-Ray fluorescence spectroscopy (XRF). Seluruh bentuk keadaan mikrostruktur pada temperatur pemanasan ini ditunjukkan dengan perbedaan peta morpologi. Hasil pemetaan morpologi menunjukkan pengintian presifitasi terjadi pada proses pendinginan cepat. Pada pendinginan lambat ikatan permukaan ferrite paralel yang diintikan pada permukaan butir austenit kurang jelas kelihatannya.Pada temperatur tinggi proses pendinginan lambat fasa baru terbentuk diikuti dengan pengisian struktur ferrite dengan karbida mangan yang kemudian diamati dengan X- Ray Diffraction (XRD) pada daerah indeks Miller (hkl) yang dipastikan sebagai fasa pearlit.


Keywords: Perubahan fasa, manganese steel Hadfield 3401, Pendinginan lambat, ,Pendinginan cepat